Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah
Stres dapat dialami oleh siapa saja. Saat stress, tubuh kita melepaskan hormon adrenalin dan kortisol sehingga berdampak terhadap tubuh. Apa saja dampak stres bagi tubuh, mari simak artikel ini.
Terjebak dalam kemacetan lalu lintas, sementara rapat penting dengan klien tinggal beberapa menit lagi. Kehadiran kamu sangat dinantikan. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan stres. Dampak stres yang terasa bagi tubuh ketika kondisi tersebut terjadi, bisa berupa detak jantung yang berpacu dengan cepat, napas juga menjadi lebih cepat, dan otot-otot menegang.
Stres adalah reaksi fisik dan mental terhadap situasi yang sedang kamu alami. Setiap orang mengungkapkan stres dari waktu ke waktu. Tubuh merespons stres dengan melepaskan hormon yang meningkatkan detak jantung dan pernapasan, serta menyiapkan otot untuk meresponnya.
Namun demikian, kondisi stres yang terjadi terus-menerus dapat membahayakan kesehatan. Berikut ini enam dampak stres bagi tubuh yang dilansir dari Health Line.
Sistem saraf pusat memiliki tanggung jawab penting untuk merespons stres. Sejak pertama kali stres datang, sampai hilang, sistem saraf pusat yang memberikan respons "fight or flight".
Sistem saraf pusat juga memberikan perintah dari hipotalamus ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Pelepasan hormon adrenalin dan kortisol menyebabkan detak jantung meningkat, pernapasan lebih cepat, dan pelebaran pembuluh darah di lengan dan kaki.
Hormon-hormon tersebut bisa meningkatkan detak jantung dan mengirim darah mengalir deras ke area yang paling membutuhkannya dalam keadaan darurat, seperti otot, jantung, dan organ penting lainnya.
Apabila stres mulai menghilang, sistem saraf pusat akan memerintahkan tubuh untuk kembali pada kondisi normal. Hipotalamus memberitahu semua sistem untuk kembali normal. Jika sistem saraf pusat gagal untuk kembali normal, atau jika stres tidak hilang, respons akan berlanjut.
Stres kronis dapat disebabkan oleh faktor perilaku, seperti makan berlebihan atau tidak cukup makan, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, dan penarikan diri dari pergaulan.
Hormon stres memengaruhi sistem pernapasan dan kardiovaskular. Selama tubuh sedang merespon stres, pernafasan biasanya akan berjalan lebih cepat. Hal ini sebagai upaya untuk mendistribusikan darah yang kaya oksigen secara cepat ke seluruh tubuh.
Jika seseorang memiliki masalah pernapasan, seperti asma atau emfisema, stres dapat membuat mereka menjadi semakin sulit bernapas.
Di bawah tekanan, jantung juga akan memompa lebih cepat. Hormon stres menyebabkan pembuluh darah menyempit. Selain itu juga dapat mengalihkan lebih banyak oksigen ke otot, sehingga tubuh akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk bergerak. Namun kondisi ini juga dapat meningkatkan tekanan darah.
Stres yang sering berlangsung atau stres kronis akan membuat jantung bekerja terlalu keras dan terlalu lama. Ketika tekanan darah meningkat, maka kamu pun memiliki risiko terserang stroke atau serangan jantung.
Dalam tekanan stres, hati akan memproduksi gula darah ekstra (glukosa) untuk memberi tubuh dorongan energi. Jika kamu sedang berada di bawah stres kronis, tubuhmu mungkin tidak dapat mengikuti lonjakan glukosa ekstra ini. Stres kronis dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.
Serbuan hormon, pernapasan cepat, dan peningkatan detak jantung juga dapat mengganggu sistem pencernaan. Kamu lebih mungkin mengalami mulas atau refluks asam berkat peningkatan asam lambung.
Stres juga dapat mempengaruhi cara makanan bergerak melalui tubuh, yang menyebabkan diare atau sembelit. Dampak stres pada sistem pencernaan ini mungkin akan membuat mual, muntah, atau sakit perut.
Otot yang menegang merupakan respons tubuh untuk melindungi dirinya dari cedera saat sedang mengalami stres. Otot-otot ini cenderung untuk melentur kembali setelah kamu rileks. Namun demikian, jika kamu terus-menerus di bawah tekanan, otot tubuh kamu mungkin tidak mendapatkan kesempatan untuk rileks.
Otot-otot yang terus menerus tegang tersebut dapat menyebabkan sakit kepala, nyeri punggung dan bahu, serta nyeri tubuh. Seiring waktu, kondisi ini dapat memicu siklus yang tidak sehat saat kamu berhenti berolahraga lalu beralih ke obat pereda nyeri untuk meredakannya.
Stres membuat lelah tubuh dan pikiran. Kamu bisa kehilangan selera dan keinginan ketika sedang berada di bawah tekanan terus-menerus. Dalam jangka pendek, stres dapat menyebabkan pria memproduksi lebih banyak hormon testosteron pria.
Jika stres berlanjut untuk waktu yang lama, kadar testosteron pria bisa mulai turun. Hal ini dapat mengganggu produksi sperma dan menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Stres kronis juga dapat meningkatkan risiko infeksi pada organ reproduksi pria seperti prostat dan testis.
Bagi wanita, stres dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Ini dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur, lebih berat, atau lebih menyakitkan. Stres kronis juga dapat memperbesar gejala fisik menopause.
Stres merangsang sistem kekebalan tubuh. Stimulasi ini dapat membantu tubuh untuk menghindari infeksi dan menyembuhkan luka.
Namun seiring waktu, hormon stres akan melemahkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi respons tubuh terhadap virus, kuman, bakteri, atau penyerbu asing lainnya.
Orang yang mengalami stres kronis lebih rentan terhadap penyakit virus seperti flu dan pilek, serta infeksi lainnya. Stres juga dapat memperlambat waktu untuk pulih dari penyakit atau cedera.
Orang sering mengatasi stres dengan minum minuman keras atau minuman beralkohol. Padahal stres juga menjadi berbahaya ketika orang menggunakan alkohol, tembakau, atau obat-obatan untuk mencoba menghilangkan stres mereka.
Alih-alih dapat menghilangkan stres dan mengembalikan tubuh ke kondisi rileks, zat yang terdapat pada alkohol, tembakau, atau obat-obatan itu malah cenderung membuat tubuh tetap stres dan menyebabkan lebih banyak masalah.
Dilansir dari Web MD, sebanyak 43 persen dari semua orang dewasa menderita efek kesehatan yang merugikan akibat stres. Dan 75 hingga 90 persen dari semua kunjungan ke dokter adalah untuk penyakit dan keluhan yang berhubungan dengan stres.
Stres dapat ditandai oleh beberapa gejala berikut ini.
Gejala paling umum dari stres adalah terjadinya perubahan emosi. Orang akan menjadi mudah galau, gusar, merasa frustasi, suasana hati menjadi mudah berubah-ubah. Hal ini membuat mereka yang sedang stress, pada umumnya sulit untuk menenangkan pikiran, merasa rendah diri, kesepian, bingung, menghindari orang lain, sulit mengendalikan diri, hingga depresi.
Gejala fisik saat mengalami stres meliputi mudah merasa lemas, pusing, migrain, gangguan pencernaan, nyeri otot, serta jantung berdebar.
Stres juga sering ditandai dengan gangguan tidur di malam hari, tubuh gemetar, kaki terasa dingin dan berkeringat, mulut kering, sulit menelan, hingga menurunnya hasrat seksual.
Stres pun dapat menyebabkan seseorang mengalami perubahan kognisi. Kondisi ini membuat seseorang menjadi sering lupa, sulit memusatkan perhatian, selalu berpikir negatif, pesimis, dan sering membuat keputusan yang tidak baik.
Rasa tertekan dan stress yang parah dapat menyebabkan seseorang mengalami perubahan perilaku. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan nafsu makan, tidak fokus dan sering menghindari tanggung jawab, sering gugup, dan mudah marah.