Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah
Keriput pertama pada wajah wanita kaukasia muncul pada usia 30-an, sedangkan keriput orang Asia muncul pada usia 40-an. Benarkah perbedaan ras memengaruhi tingkat penuaan kulit?
Hasil studi keterkaitan kelompok ras manusia dengan tingkat penuaan yang dilansir produsen kosmetik, masih ditelisik lebih mendalam.
Sebab sejauh ini, hal yang paling memengaruhi penuaan adalah melanin.
Produksi melanin ditentukan oleh MSH, suatu hormon untuk menstimulasi melanosit untuk menghasilkan melanin. MSH ini meningkatkan perbaikan DNA sehingga DNA tidak cepat rusak dan penuaan bisa ditunda.
Pada orang Asia, MSH lebih aktif dan melanin lebih banyak sehingga orang Asia lebih lambat menua.
Disebutkan juga orang kaukasoid dan Asia memiliki struktur kulit yang berbeda. Dermis (lapisan kulit dalam) pada orang Asia lebih padat dan tebal dari orang kaukasoid karena memiliki kolagen yang lebih banyak sehingga keriput tidak cepat muncul. Selain itu, orang Asia timur juga memiliki kulit yang lebih lembab.
Perbedaan struktur wajah juga menyebabkan beberapa etnis lebih awet muda. Orang Asia timur yang terkenal paling awet muda memiliki kontur wajah yang kurang menonjol sehingga terkesan lebih awet muda.
Pengaruh lainnya adalah faktor makanan dan lingkungan. Orang Asia memiliki diet yang lebih seimbang daripada orang kaukasoid. Sehingga kerusakan sel lebih lambat terjadi. Penuaan pun juga bisa ditunda.
Studi ini memberi gambaran konsep hubungan ras dengan kesehatan manusia tidak baku tapi terus berkembang, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran sosial. Pemahaman yang komprehensif tentang keragaman manusia harus mempertimbangkan berbagai faktor yang terlibat.
Ras Manusia
Sebagian diantara kita mungkin masih memiliki pertanyaan apa yang dimaksud ras, juga kaitan ras dengan kesehatan manusia.
Berikut sekelumit paparannya. Manusia di berbagai belahan dunia memiliki beragam latar belakang baik suku, agama, hingga ras.
Kata ras berasal dari Latin Radix yang berarti asal. Istilah “ras” pertama kali muncul pada abad ke-18,
Seorang ahli, Macionis menjelaskan bahwa ras adalah kumpulan manusia yang memiliki ciri-ciri biologi yang diwariskan, dan dapat dibedakan secara jelas dalam masyarakat.
Menurut Macionis, manusia pernah dibedakan berdasarkan kategori kaukasoid, mongoloid, negroid, dan australoid berdasarkan perbedaan fisik seperti warna kulit, warna rambut, dan bentuk tubuh.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ras adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik.
Ras adalah sebuah sistem klasifikasi yang dipakai untuk mengkategorikan manusia ke dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda dengan ciri tenotipe, asal-usul geografis, fisik dan suku yang diwarisi.
Penggolongan ras dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman, pola diet, kesehatan, dan alasan kemanusiaan lain.
Studi Keterkaitan Ras dengan Penyakit
Di dunia, ada empat jenis ras yang umumnya dikenal. Empat jenis ras tersebut adalah ras Mongoloid, ras Negroid, ras Kaukasoid, dan ras khusus.
Masyarakat Indonesia sendiri dikategorikan sebagai ras Mongoloid, tepatnya Malayan Mongoloid.
Istilah ras hingga kini masih terus digunakan dalam berbagai konteks, seperti antropologi forensik, penelitian biomedis, dan kedokteran berdasarkan asal usul.
Berbagai penelitian berhasil mengungkapkan, daya tahan tubuh ras tertentu lebih lemah dibanding ras lainnya atau sebaliknya.
Pada tahun 2017, Ilmuwan dari Universitas Simon Fraser, British Colombia, Kanada, menyingkap bahwa etnis seseorang memengaruhi seberapa kuat seseorang mampu menangkis beberapa penyakit, seperti pilek (common cold) dan HIV.
Sebanyak 425 orang dengan latar belakang keturunan Asia, Afrika serta Eropa, menjadi objek.
Laporan ini juga mencakup perubahan prevalensi dan pola kondisi umum seperti penyakit kardiovaskular (CVD) dan diabetes tipe II pada kelompok etnis yang berbeda.
Menyambung penyakit kardiovaskular, tidak setiap negara mendapat dampak yang sama. Ketika ilmuwan meneliti penduduk di berbagai negara, Jurnal Asosiasi Kedokteran Kanada melansir Studi pimpinan Maria Chiu yang meneliti penyebaran penyakit jantung dan stroke dalam empat kelompok etnis: Kaukasia (kulit putih), Tionghoa, Asia Selatan, dan Afrika (kulit hitam). Semua responden tinggal di Provinsi Ontario, Kanada.
Hasil studi menunjukkan analisa, bahwa lebih dari satu di antara 20 orang Asia Selatan menderita penyakit jantung, dibandingkan satu diantara 30 orang Tionghoa dan Afrika.
“Orang Tionghoa, Asia Selatan, dan Afrika mewakili 60 persen penduduk dunia. Jadi, penting untuk mengetahui kesehatan jantung kelompok-kelompok ini," ujar Chiu.
Studi di Kanada ini dalam lingkungan yang terkendali, dimana semuanya tinggal di lingkungan yang sama dan punya asuransi kesehatan universal.
Sementara dikutip dari Healthline, sebuah penelian di Amerika mengungkap pria dengan ras campuran Afrika-Amerika memang memiliki risiko stroke lebih tinggi. Dibanding pria kulit putih, pria Afrika-Amerika memiliki risiko 50 persen lebih tinggi terkena stroke.
Selain itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyebutkan pria Afrika-Amerika punya kecenderungan mengidap penyakit anemia sel sabit atau sickle cell anemia (SCA).
SCA adalah penyakit genetik yang membuat sel darah berbentuk bulan sabit sehingga meningkatkan risiko tersangkut dan menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah, termasuk di otak.
Penduduk Indonesia yang masuk ras Malayan Mongoloid, juga tergolong potensial mengidap hipertensi. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) milik Kementerian Kesehatan yang dirilis pada tahun 2018, prevalensi penderita hipertensi di Indonesia telah mencapai 34,1 persen.
Temuan di rumah sakit menunjukkan bahwa banyak pasien hipertensi mengalami komplikasi seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal hingga cuci darah. Kondisi itu bahkan sudah ditemukan di usia yang jauh lebih muda.
Penyeba Kelompok Ras Rentan Penyakit
Menyinggung mengapa penyakit hanya menyerang kelompok ras manusia tertentu dari berbagai penelitian-penelitian menguak alasan, antara lain:
Menurut peneliti di Kanada faktor penyebab penyakit jantung dan stroke, yaitu kebiasaan merokok, berat badan, tekanan darah tinggi dan ada-tidaknya diabetes.
Kecenderungan orang Kaukasia untuk merokok, misalnya, tiga kali lebih besar daripada orang Tionghoa dan Asia Selatan. Orang Asia Selatan dan Afrika berisiko dua kali lebih besar terkena diabetes dibandingkan dua kelompok etnis lain.
Menyikapi perkembangan ragam penyakit spesialisnya terkait hubungan dengan ras dan etnis manusia, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sepakat temuan terkait daya tahan ras tertentu memerlukan penelitian lanjut untuk menentukan latarbelakang pasien, sebab penyakit, menciptakan obat berdasarkan genetika, riwayat penyakit, status sosial dan etnis.
Hasil penelitian diharapkan dapat berdampak besar pada peningkatan daya tahan tubuh manusia dari berbagai penyakit.
Jadi, sesuai dengan konsep sehat menurut WHO, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat" serta pelayanan kesehatan tanpa memandang perbedaan.
____________________________
Refensi:
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-ras/(diakses 2024)
https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/11/23/melihat-penyebab-penyakit-melalui-segitiga-epidemiologi/(diakses 2024)
https://www.alodokter.com/apa-yang-bisa-didapatkan-dari-tes-dna(diakses 2024)
https://m.antaranews.com/berita/4109535/orang-asia-lebih-rentan-terkena-hipertensi-dibanding-ras-lainnnya(diakses 2024)
https://www.google.com/amp/s/www.voaindonesia.com/amp/ras-seseorang-tentukan-resiko-penyakit-jantung/77476.html(diakses 2024)
https://patient.info/doctor/diseases-and-different-ethnic-groups(diakses 2024)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4756870/
(diakses 2024)