Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah
Cannabidiol atau disingkat CBD merupakan zat alami yang ditemukan dalam ganja dan pada tanaman rami. CBD sedang hangat diperbincangkan karena beberapa negara sudah membolehkannya untuk manfaat kesehatan.
Namun, dalam konteks Indonesia, penting untuk mengetahui bahwa CBD termasuk ganja, sehingga termasuk kedalam golongan narkotika dan dilarang oleh undang-undang.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) telah mengelompokkan narkotika menjadi 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.
Dalam hal ini, tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis, sehingga tanaman ganja termasuk narkotika golongan I.
Apa itu cannabidiol?
Kembali ke Cannabidiol, artikel ini, bertujuan untuk mengenali CBD dan menambah pengetahuan masyarakat.
Cannabidiol atau CBD, adalah senyawa kimia yang ditemukan di tanaman ganja sativa yaitu sejenis tanaman berbunga herba.
Ganja merupakan genus tumbuhan yang mengandung banyak senyawa berbeda yang dapat mempengaruhi tubuh secara berbeda.
Cannabidiol merupakan salah satu dari lebih dari 200 senyawa kimia yang dikenal sebagai cannabinoid yang ditemukan dalam ganja. Ini adalah senyawa aktif kedua yang paling umum ditemukan dalam ganja, setelah THC (tetrahydrocannabinol).
Ganja merupakan tumbuhan, dengan dua jenis utama, Cannabis Indica dan Cannabis Sativa. Baik ganja maupun CBD bisa berasal dari kedua jenis tersebut, namun hemp hanya berasal dari Cannabis Sativa.
Secara hukum, hemp tidak boleh mengandung lebih dari 0,3% THC (minyak dalam ganja yang membuat mabuk) untuk disebut hemp, jika tidak, petani berisiko dituntut berdasarkan undang-undang federal.
Penggunaan ganja untuk medis
Sejatinya ada 30 lebih negara yang sudah legalkan ganja untuk keperluan medis, tentu saja dengan berlapis aturan ketat. Berikut diantaranya:
1. Argentina
Argentina merupakan negara yang legalkan penggunaan ganja untuk medis. Namun tidak sembarangan orang bisa dengan mudah mendapatkannya.
2. Thailand
Thailand menjadi negara Asia pertama yang memperbolehkan penggunaan ganja sebagai penggunaan obat-obatan.
Tentunya hanya dokter berlisensi saja yang dapat menggunakan obat-obatan ini, termasuk dosis yang diatur dengan ketat.
Sejak tahun 2022, Thailand sudah mengizinkan penanaman, konsumsi, dan penjualan tanaman ganja dengan mudah. Namun, merokok ganja di area umum masih dilarang.
3. Jerman
Jerman memiliki aturan yang lebih ketat daripada negara lainnya dalam legalisasi ganja medis. Jerman hanya mengizinkan penggunaan ganja dan turunannya bila pasien sudah sangat kritis dan tidak ada alternatif terapi lainnya.
4. Amerika Serikat
Badan Pengawasan Narkoba (Drug Enforcement Administration/DEA) Amerika Serikat sedang berupaya mengklasifikasikan ulang ganja sebagai obat yang tidak terlalu berbahaya.
DEA disebut akan mengakui penggunaan ganja untuk keperluan medis, tapi tidak akan melegalkannya untuk penggunaan rekreasi.
Perbedaan CBD dan THC
Berbeda dengan tetrahidrokanabinol (THC) yang juga berasal dari daun ganja, CBD tidak memabukkan atau psikoaktif. THC menimbulkan sensasi "high" saat digunakan.
"CBD adalah bagian tanaman yang non-psikoaktif, jadi artinya Anda tidak akan mengalami efek apapun seperti euforia," kata Junella Chin, DO , seorang dokter osteopati dan pakar ganja medis untuk ganjaMD, dikutip dari Health.
Namun, Chin mengingatkan orang tidak pernah tahu bagaimana tubuhnya akan bereaksi terhadap suplemen baru apa pun, jadi saat mengonsumsi CBD untuk pertama kali, lakukan dengan aman dengan pengawasan medis.
Minyak CBD dibuat dalam bentuk kapsul, bahan dasar minyak untuk alat penguap, tingtur (ekstrak), bahan makanan, dan produk kecantikan seperti sabun bom mandi atau losion.
Klaim Manfaat CBD
Para pendukung minyak CBD dan produk CBD lainnya mengklaim bahwa minyak ini dapat digunakan untuk mengobati kondisi seperti nyeri kronis, peradangan, migrain , epilepsi, penyakit autoimun, depresi, dan
Penelitian terhadap beberapa klaim ini sedang berlangsung, dan masih banyak hal tentang CBD yang belum diketahui, namun para peneliti masih terus menelisiknya.
Pada tahun 2018, obat pertama yang disetujui FDA, cannabidiol (Epidiolex), yang mengandung CBD dirilis di pasaran untuk mengobati dua jenis epilepsi yang berbeda yaitu sindrom Dravet dan sindrom Lennox-Gastaut.
FDA menyetujui pengobatan untuk pasien berusia dua tahun. Studi menunjukkan obat ini efektif dibandingkan dengan plasebo dalam mengurangi frekuensi kejang.
Dalam sejumlah jurnal medis tahun 2015 para peneliti tercatat mengamati CBD dan pengaruhnya terhadap berbagai gangguan kecemasan, termasuk gangguan kecemasan umum, gangguan afektif musiman, gangguan panik , dan gangguan stres pasca-trauma.
Hasilnya menunjukkan meski masih banyak diperlukan penelitian, bahwa terdapat "bukti praklinis yang kuat" yang mendukung pengobatan gangguan kecemasan dengan CBD. Terkait dosis jangka panjang pun masih perlu penajaman.
CBD juga sedang dipelajari sebagai pengobatan untuk berbagai kondisi, termasuk penyakit Parkinson, skizofrenia, diabetes, dan multiple sclerosis.
Ragam Metoda Pengunaan CBD
Minyak Sublingual (tetes di bawah lidah) atau ditambahkan ke lotion, makanan, atau minuman.
Kapsul atau pil yang bisa ditelan
Dapat dimasukkan ke infus atau ke dalam makanan dan minuman.
Topikal yaitu ditambahkan ke krim, balsem, dan lotion yang bisa dioleskan ke kulit.
Vape dihirup melalui pena vape atau rokok elektrik (tidak disarankan secara medis)
Tincture Sublingual atau ditambahkan ke makanan atau minuman
CBD murni digunakan untuk mengoleskan, membuat topikal sendiri, atau menambahkan pada makanan atau minuman
Patch atau semacam koyo perekat diterapkan pada kulit
Supositoria Kapsul yang dimasukkan secara rektal atau vagina
Risiko Penggunaan CBD
Penggunaan CBD juga membawa beberapa risiko. Meskipun seringkali dapat ditoleransi dengan baik.
CBD dapat menyebabkan efek samping, seperti mulut kering, diare, nafsu makan berkurang, kantuk, dan kelelahan. CBD dapat berinteraksi dengan obat lain yang Anda pakai, seperti pengencer darah.
CBD juga bisa berinteraksi dengan obat antiepilepsi, antidepresan, opioid, dan THC. Itu juga dapat berinteraksi dengan asetaminofen (Tylenol) dan alkohol.
Wanita hamil disarankan untuk tidak menggunakan produk CBD. Saat ini tidak ada komplikasi kehamilan yang diketahui terkait dengan penggunaan CBD pada manusia. Namun, percobaan pada hewan telah mengungkapkan beberapa efek yang berpotensi membahayakan pada perkembangan janin.
CBD belum lama tersedia untuk umum, jadi para peneliti masih mempelajari efek, dosis, dan interaksinya.
Studi pendahuluan menunjukkan bahwa mungkin ada risiko toksisitas hati dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi pria. Namun diperlukan lebih banyak penelitian saat ini.
CBD terus dikaji secara mendalam, terkait diyakini tidak memiliki sifat adiktif. Di sisi lain, ada spekulasi bahwa CBD dapat digunakan untuk membantu mengurangi kecanduan terhadap zat lain, seperti nikotin.
Penyebab kekhawatiran lainnya adalah tidak dapat diandalkannya kemurnian dan dosis CBD dalam produk.
Sebuah studi baru-baru ini di beberapa negara, terhadap 84 produk CBD yang dibeli secara online menunjukkan bahwa lebih dari seperempat produk mengandung lebih sedikit CBD daripada yang diberi label. Selain itu, THC ditemukan pada 18 produk.
Penting juga untuk membeli CBD pihak ketiga yang telah teruji untuk jaminan kualitas. Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) tidak mengatur CBD yang dijual bebas, sehingga konsumen harus cerdas membeli produk tersebut.
______________________
Referensi:
https://www.webmd.com/pain-management/cbd-thc-difference
https://www.forbes.com/health/cbd/cbd-oil-benefits/#:~:text=Limited%20research%20indicates%20CBD%20oil,traumatic%20stress%20disorder%20(PTSD).
https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/consumer-health/expert-answers/is-cbd-safe-and-effective/faq-20446700
https://www.drugs.com/lifestyle/health-benefits-cbd-3516616/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/wni-pakai-ganja-di-luar-negeri--bisakah-dipidana-lt619cd18209ea2/#_ftn1