Download OkeKlinik App

Temukan Dokter

Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah

Hidup Sehat

Mengenal Terapi Antiretroviral Bagi Penyakit HIV AIDS

Artikel dipublikasikan : 11 Oktober 2021 03:27
Dibaca : 521 kali

Pandemi Covid 19 telah mengalihkan perhatian dunia pengobatan dari penyakit-penyakit lain seperti HIV AIDS, padahal terapi penyakit ini harus dilaksanakan seumur hidup. Angka kematian karena HIV AIDS di negara miskin bahkan lebih besar dari Covid 19.  Apakah terapi pengobatan bagi pengidap HIV AIDS? Mari kita lebih mengenal terapi  antiretroviral yang selama ini  digunakan. 

Terapi  antiretroviral (ART) adalah pengobatan untuk semua orang yang terinfeksi HIV.  ART tidak bisa menyembuhkan tetapi bisa membantu pengidap hidup lebih lama dan lebih sehat. ART juga bisa mengurangi risiko penularan HIV.

Terapi ART biasanya dilakukan dengan memberi kombinasi dari tiga buah atau lebih obat. Kelas obatnya berbeda.  Tujuannya menurunkan jumlah virus HIV dalam darah (viral load).  Kombinasi tiga obat itu dijadikan satu pil yang diminum sekali sehari.

Mengapa terapi menggunakan kombinasi tiga obat dari kelas yang berbeda? Tujuannya antara lain untuk pertama, memperhitungkan resistensi obat individu (genotipe virus). Kedua, menghindari terbentuknya jenis HIV baru yang resisten terhadap obat dan ketiga, memaksimalkan penekanan virus dari dalam. Tiga obat itu, dua dari kelas yang sama dan satu kelas berbeda.

Apa saja kelas obat anti-HIV?

  • Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI). Obat ini untuk mematikan protein yang dibutuhkan HIV untuk membuat duplikat dirinya sendiri.

  • Nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) adalah versi yang salah dari blok bangunan yang dibutuhkan HIV untuk membuat duplikat dirinya sendiri.

  • Protease inhibitor (PI) fungsinya menonaktifkan protease HIV yaitu protein lain yang dibutuhkan HIV untuk menggandakan dirinya sendiri.

  • Inhibitor integrase bekerja dengan menonaktifkan protein bernama integrase yang digunakan HIV untuk memasukkan materi genetiknya ke dalam sel T CD4 (sel darah putih).

  • Inhibitor masuk atau fusi, bermanfaat untuk memblokir masuknya HIV ke dalam sel T CD4.

​Baca Juga: 4 Fakta Terapi Anti Retroviral Pengobatan HIV AIDS

Bagaimana Terapi Antiretroviral Bekerja?

Virus HIV menyerang untuk  menghancurkan sel CD4 dalam sel darah putih. Sel darah putih fungsinya menjaga  sistem kekebalan yang bertugas melawan penyakit karena infeksi atau kanker. Dengan matinya sel CD4, tubuh kehilangan kekebalan dan  menjadi sulit untuk melawan penyakit.

Obat-obatan dalam terapi ART pada penyakit HIV AIDS bekerja dengan cara mencegah virus berkembang biak atau menggandakan dirinya sendiri, sehingga jumlah HIV dalam darah (disebut viral load) bisa berkurang. Memiliki lebih sedikit HIV dalam tubuh memberi kesempatan pada sistem kekebalan untuk pulih dan memproduksi lebih banyak sel CD4.

Selain cukup kuat untuk melawan penyakit, misalnya karena infeksi atau kanker, dengan sedikitnya jumlah virus dalam darah akan menurunkan resiko penularan HIV kepada orang lain.  Indikasi bahwa HIV tidak akan ditularkan ke orang lain adalah jika jumlah virus atau viral load tidak terdeteksi, alias terlalu rendah.

Pengidap HIV yang mempertahankan viral load tidak terdeteksi secara efektif tidak berisiko menularkan virus tersebut ke pasangan yang HIV-negatif melalui hubungan seks.

Memulai Terapi ART Sedini Mungkin

Orang yang terinfeksi HIV harus mulai terapi ART sedini mungkin. Biasanya dilakukan bagi mereka yang terkonfirmasi AIDS atau positif terinfeksi HIV stadium dini (periode hingga 6 bulan setelah terinfeksi virus) untuk segera memulai terapi antiretroviral.  Wanita dengan HIV yang sedang hamil dan belum menggunakan obat HIV juga harus mulai minum obat HIV secepat mungkin.

Terapi ART dilaksanakan seumur hidup karena virus HIV tidak akan hilang apabila telah masuk dalam tubuh seseorang. Sebaiknya tidak melewatkan dosis satu kali pun walaupun viral load sudah dinyatakan tidak terdeteksi.

Terapi ART senantiasa dikerjakan tujuannya untuk menjaga agar sistem kekebalan tetap kuat, mengurangi risiko terkena infeksi. Selain itu juga untuk mengurangi kemungkinan mengembangkan HIV yang resisten terhadap pengobatan atau mengurangi kemungkinan menularkan HIV ke orang lain.

Baca Juga: Jarang Disadari, Inilah Penyebab Utama Penularan HIV/AIDS

Seputar Terapi Antiretroviral di Indonesia

Pada awal September 2021 ini,  Global Funds, sebuah lembaga internasional yang mendanai pengobatan bagi pengidap HIV, TBC dan malaria di seluruh dunia merilis laporan mengenai program mereka selama 2020. Hasilnya, bahwa program pemberantasan penyakit HIV, TBC dan malaria di dunia sangat dipengaruhi situasi pandemi. Akibatnya jumlah pengidap yang tertangani menjadi berkurang.

Kenyataan ironis bahwa penanganan terhadap covid 19 mengurangi jumlah penanganan penderita HIV. TBC dan malaria. Direktur Eksekutif Global Funds, Peter Sands mengatakan bahwa pada negara paling miskin di dunia, angka kematian penderita TB dan HIV/AIDS bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang meninggal karena Covid-19.

Sands menyampaikan bahwa untuk beberapa negara miskin, seperti bagian dari wilayah Sahel di Afrika, lonjakan kematian akibat kemunduran dalam memerangi penyakit seperti TB atau AIDS mungkin terbukti lebih tinggi dibandingkan Covid-19.

Pada tahun 2020, di seluruh dunia jumlah orang yang diobati untuk penyakit TB yang resisten terhadap obat berkurang 19%. Jumlah Mereka yang dalam pengobatan untuk TB yang resisten terhadap obat secara ekstensif, berkurang 37%. Termasuk, jumlah pasien TB HIV-positif yang memakai pengobatan antiretroviral serta pengobatan TB turun 16%.

Tidak hanya menurun dalam jumlah pengidap yang diobati, laporan tersebut juga menyoroti penurunan signifikan dalam layanan tes dan pencegahan HIV untuk populasi kunci dan rentan yang sudah terkena dampak secara tidak proporsional.

Orang yang dijangkau dengan program dan layanan pencegahan HIV pada masa pandemi menurun 11% daripada tahun sebelumnya. Kaum mudanya berkurang 12%. Ibu yang menerima obat untuk mencegah penularan HIV ke bayinya turun 4,5%. Tes HIV turun sebesar 22%. Tentu saja hal ini menghambat inisiasi pengobatan HIV di sebagian besar negara. Sedangkan untuk memerangi malaria tampaknya tidak terlalu terpengaruh oleh COVID-19 dibandingkan HIV dan TBC.

Global Fund mengucurkan US$4,2 miliar pada 2020 untuk melanjutkan perang melawan HIV, TB dan malaria serta memperkuat sistem kesehatan dan menyetujui tambahan US$980 juta dalam pendanaan untuk menanggapi COVID-19. Pada Agustus 2021, Global Fund telah menyetujui total US$3,3 miliar ke lebih dari 100 negara untuk mengadaptasi program HIV, TB, dan malaria. 

Jumlah pengidap HIV Aids di dunia kini telah menjadi puluhan juta. Itu yang terjangkau. Global Funds telah memberi terapi ART pada 21,9 juta pengidap pada 2020 dan 8,7 juta orang dijangkau dengan layanan pencegahan HIV.

Baca Juga: Kenali Tiga Fase Gejala HIV AIDS

Program HIV-AIDS di Indonesia sudah mendapatkan bantuan dari Global Funds sejak 2003.  Program ini berkesinambungan dengan APBN untuk mengatasi permasalahan terkait HIV AIDS di Indonesia dan berjalan di semua provinsi dan kabupaten di Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga Juni 2020 jumlah ODHA (Orang dengan HIV AIDS) di Indonesia dilaporkan mencapai 398.784 kasus. Dari jumlah tersebut, diperkirakan pada tahun 2020 ini jumlahnya meningkat menjadi 543.100 orang. Sebelum masa pandemi, Indonesia dibantu Global Funds berencana menjadikan negara bebas HIV pada 2030.

Hubungi Kami
Teras Mahakam (sebelah hotel Gran Mahakam)
Jl. Mahakam No.8, RT.1/RW.7, Kramat Pela,
Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12130
0217392285
business.support@okeklinik.com
help@okeklinik.com