Download OkeKlinik App

Temukan Dokter

Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah

Hidup Sehat

Pengangkatan Usus Buntu, Apakah Berdampak Pada Kesehatan Untuk Ke Depannya ?

Artikel dipublikasikan : 5 Januari 2023 16:48
Dibaca : 1625 kali

Foto: Freepik

Usus buntu merupakan kantong kecil yang melekat pada usus. Terletak di perut kanan bagian bawah, usus buntu dapat tersumbat dan dapat membuat bakteri berkembang biak di dalamnya. Apakah pengangkatan usus buntu dapat berdampak pada kesehatan untuk ke depannya? 

Penulis : Sholahudin Achmad

Penyumbatan usus buntu bisa menyebabkan pembentukan nanah dan pembengkakan, yang dapat menyebabkan tekanan yang menyakitkan di perut, serta menyumbat aliran darah.

Jika tidak diobati, radang usus buntu dapat menyebabkan usus buntu Anda pecah. Kondisi ini  dapat menyebabkan bakteri tumpah ke rongga perut, dan bisa menimbulkan dampak yang serius dan terkadang fatal.

Banyak orang khawatir dengan pengangkatan usus buntu. Apakah operasi tersebut berdampak pada kesehatan untuk ke depannya? Pertanyaan seperti ini sering kali membuat orang cemas dan ragu untuk melakukan pengangkatan usus buntu.  

Operasi pengangkatan usus buntu 

Operasi usus buntu disebut juga dengan apendiktomi. Operasi ini  untuk mengangkat usus buntu atau umbai cacing (appendix) yang telah terinfeksi (apendisitis). Operasi usus buntu tergolong sebagai tindakan darurat medis. Prosedur ini dilakukan pada keadaan di mana usus buntu meradang dengan hebat dan terancam akan pecah.

Ada dua teknik dalam operasi usus buntu, yakni : 

  1. Operasi usus buntu terbuka

Apendektomi terbuka dilakukan dengan membuat sayatan sepanjang 5–10 cm pada bagian kanan bawah perut. Sayatan ini menjadi akses untuk mengangkat usus buntu. Usai usus buntu diangkat, sayatan akan ditutup kembali.

Operasi usus buntu terbuka pada umumnya dilakukan ketika usus buntu pasien sudah pecah dan infeksinya menyebar. Apendektomi terbuka juga menjadi metode yang umum dipilih untuk pasien yang pernah menjalani pembedahan di bagian perut.

  1. Operasi usus buntu laparoskopi

Apendiktomi laparoskopi dilakukan dengan membuat satu sampai tiga sayatan kecil di bagian kanan bawah perut. Setelah itu, laparoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut untuk mengangkat usus buntu. Laparoskop merupakan alat berbentuk tabung tipis panjang yang dilengkapi kamera dan alat bedah.

Perlu diketahui, apendiktomi laparoskopi lebih sedikit menimbulkan rasa nyeri dan bekas luka dibandingkan dengan apendektomi terbuka.  

Gejala usus buntu

Gejala-gejala yang dialami oleh penderita apendisitis pada umumnya berupa nyeri perut di bagian pusar dan menyebar ke bagian kanan bawah perut, pembengkakan pada perut, otot perut kaku, diare, konstipasi atau sembelit, demam ringan, kehilangan nafsu makan, sulit kentut, serta mual dan muntah.

Peringatan sebelum menjalani operasi pengangkatan usus buntu

Secara umum, tidak ada kontraindikasi atau pengecualian yang ketat bagi pasien apendisitis untuk menjalani operasi pengangkatan usus buntu. Hanya saja, operasi usus buntu biasanya tidak dianjurkan pada pasien yang menderita atau memiliki riwayat peradangan jaringan ikat (phlegmon).

Jika terdapat abses atau phlegmon di area sekitar usus buntu, dokter mungkin akan memberikan antibiotik dan melakukan tindakan pembuangan cairan (drainase perkutan), sebelum dilakukan apendiktomi.

Pasien dengan beberapa kondisi berikut ini juga tidak dianjurkan untuk menjalani apendiktomi laparoskopi:

  • Sedang hamil trimester pertama

  • Mengalami usus buntu yang sudah pecah

  • Memiliki lemak yang tebal di perut, karena usus buntu akan sulit terlihat

  • Mengalami perlengketan usus

  • Sedang menjalani terapi imunosupresan atau radioterapi

  • Menderita gangguan pembekuan darah (koagulopati)

  • Menderita hipertensi portal, yaitu peningkatan tekanan darah di pembuluh darah vena porta yang bertugas membawa darah dari organ pencernaan ke hati

Pasien tidak diperbolehkan untuk makan dan minum setidaknya selama 8 jam sebelum operasi. Pasien diharuskan untuk didampingi oleh anggota keluarga atau kerabat dekat sebelum dan sesudah operasi.

Dokter juga akan memeriksa riwayat penyakit pasien dan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan kondisi pasien sebelum apendiktomi dilakukan. Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan tes laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan tes pemindaian.

Pada saat operasi pengangkatan usus buntu, pasien akan diminta untuk berbaring terlentang di meja operasi dan dokter akan memberikan cairan intravena yang berisi obat-obatan melalui infus di lengan. Selanjutnya, pasien akan diberikan anestesi (bius) total, sehingga pasien tidak sadar selama operasi. Pada beberapa kasus, anestesi lokal dapat digunakan sebagai pengganti anestesi total.

Apa yang terjadi setelah operasi pengangkatan usus buntu? 

Setelah operasi usus buntu selesai dilaksanakan, pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Di sana, pasien juga akan mendapatkan tindakan medis lanjutan berupa pemantauan kondisi fisik, seperti laju pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. 

Selain itu, pasien juga diberikan obat pereda rasa sakit seperti ketorolac, baik dalam bentuk obat minum maupun suntik. 

Pemasangan selang dari hidung menuju lambung untuk mengeluarkan air dan udara yang ada di dalam lambung jika memang diperlukan akan dilakukan. 

Pasien boleh minum air beberapa jam setelah apendektomi dan mengonsumsi makanan padat secara bertahap jika kondisi fisik sudah membaik. 

Pasien yang menjalani apendiktomi laparoskopi sudah diperbolehkan untuk bangun dari tempat tidur beberapa jam setelah operasi, sedangkan pasien yang menjalani apendiktomi terbuka baru boleh bangun dari tempat tidur beberapa hari setelah operasi.

Sebagian besar pasien dapat pulang ke rumah setelah 1–2 hari dirawat di rumah sakit. Pasien disarankan untuk tidak langsung kembali beraktivitas secara normal hingga 2–4 minggu usai menjalani operasi usus buntu.

Perawatan mandiri di rumah 

Pasien juga perlu melakukan pemulihan dan perawatan secara mandiri di rumah dengan cara:

  1. Menjaga luka jahitan selalu kering dan bersih

Pasien perlu memastikan luka bekas jahitan akan selalu dalam keadaan kering dan bersih untuk menghindari infeksi. Dokter akan mengajarkan bagaimana cara mandi tanpa membasahi luka sayatan. Selanjutnya benang jahitan akan dilepas oleh dokter setelah luka tertutup dan pulih dengan baik.

  1. Menggunakan obat pereda nyeri sesuai anjuran

Luka sayatan operasi dapat menimbulkan rasa sakit, terutama setelah berdiri dalam waktu lama. Dokter akan memberikan obat pereda rasa sakit yang harus dikonsumsi secara rutin guna meringankan rasa sakit yang dialami.

  1. Menghindari aktivitas berat

Pasien untuk sementara waktu harus menghindari aktivitas fisik yang berat, seperti mengangkat beban berat atau berolahraga, untuk mempercepat penyembuhan luka operasi.

Pasien yang menjalani apendiktomi laparoskopi dapat mengalami rasa tidak nyaman pada bagian yang dioperasi akibat gas karbon dioksida yang tertinggal. Namun, umumnya rasa tidak nyaman ini akan hilang setelah beberapa hari.

Apabila pasien mengalami gejala-gejala berikut ini, segeralah untuk menemui dokter setelah menjalani pengangkatan operasi usus buntu : 

  • Demam atau kedinginan

  • Kemerahan, pembengkakan, perdarahan, atau keluar cairan di luka bekas sayatan operasi

  • Nyeri yang berkelanjutan di bagian luka operasi

  • Muntah

  • Hilang nafsu makan atau tidak dapat makan dan minum

  • Batuk berkelanjutan, sulit bernapas, atau sesak napas

  • Nyeri, kram, atau pembengkakan pada perut

  • Tidak buang air besar selama 2 hari atau lebih

  • Diare selama 3 hari atau lebih

Resiko terjadinya infeksi setelah operasi usus buntu terbilang cukup kecil. Namun biasanya dokter akan memberikan antibiotik yang harus dikonsumsi secara rutin hingga habis, agar pasien tidak mengalami infeksi.

Proses penyembuhan dan pemulihan setelah apendiktomi umumnya berlangsung selama 2–6 minggu. Selama masa penyembuhan dan pemulihan ini, dokter akan menjadwalkan pemeriksaan rutin bagi pasien.

Komplikasi operasi pengangkatan usus buntu

Operasi usus buntu merupakan prosedur yang aman dan cukup sederhana untuk dilakukan. Meski demikian, sama seperti prosedur medis lainnya, operasi ini tetap dapat menimbulkan komplikasi. 

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat apendektomi adalah hematoma, infeksi pada luka operasi, luka operasi terbuka kembali, penyumbatan usus, cedera pada organ terdekat, dan peradangan dan infeksi pada bagian dalam perut, jika usus buntu pecah pada saat operasi. 

___________________________

Referensi: 

Becker, P., Fichtner-Feigl, S., & Schilling, D. (2018). Clinical Management of Appendicitis. Visceral Medicine, 34 (6), pp. 453–458.
Aziret, et al. (2017). Comparison of Open Appendectomy and Laparoscopic Appendectomy with Laparoscopic Intracorporeal Knotting and Glove Endobag Techniques: A Prospective Observational Study. Turkish Journal of Surgery, 33 (4), pp. 258–266.
National Health Service UK (2019). Health A to Z. Appendicitis.
National Institute of Health (2020). U.S. National Library of Medicine. MedlinePlus. Appendectomy.
University of Rochester Medical Center (2020). Health Encyclopedia. Appendectomy.
Johns Hopkins Medicine (2020). Treatments, Tests and Therapies. Appendectomy.
Healthline (2018). Appendectomy.
Santacroce, L. Medscape (2019). Drugs & Diseases. Appendectomy.
Whitlock, J. Very Well Health (2020). Digestive Health. Appendectomy Surgery: Everything You Need to Know.
WebMD (2019). Digestive Disorders. Appendicitis.

 

Hubungi Kami
Teras Mahakam (sebelah hotel Gran Mahakam)
Jl. Mahakam No.8, RT.1/RW.7, Kramat Pela,
Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12130
0217392285
business.support@okeklinik.com
help@okeklinik.com