Download OkeKlinik App

Temukan Dokter

Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah

Hidup Sehat

Revolusi Kesehatan Mental dengan Terapi Virtual Reality

Artikel dipublikasikan : 11 Juni 2024 14:18
Dibaca : 118 kali

Dunia medis sudah memanfaatkan Virtual Reality (VR) atau realitas virtual untuk mendiagnosis dan merawat pasien, seperti untuk terapi pasien fobia dan trauma. Pengembangan manfaat Teknologi Virtual Reality hingga kini terus diteliti.

Virtual Reality dapat membantu untuk mengidentifikasi penyebab stres dan trauma, sehingga tenaga kesehatan bisa memilih langkah penanganan yang tepat.

Virtual Reality adalah teknologi 3 dimensi yang memungkinkan pengguna atau user berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya, sehingga mereka merasa berada di dalam lingkungan tersebut.

Alat ini berupa headset Virtual Reality yang terhubung ke perangkat lunak, sehingga dokter dapat memantau perkembangan respon pasien dari mana saja.

Virtual Reality lumrah digunakan sebagai media hiburan, alat pendidikan, alat pelatihan militer, sampai alat promosi pariwisata. Lalu tahun 1990 an, mencuat gagasan menggunakan Virtual Reality untuk meredakan kecemasan dan mengatasi fobia. Sampai sekarang penelitian manfaat alat masih berlanjut.

Sejauh ini, terapi berbasis teknologi Virtual Reality (VR) dinilai sama efektif dengan terapi tradisional dalam menangani penyakit mental.

Beberapa penelitian juga telah membandingkan kemanjuran terapi Virtual Reality dengan terapi tradisional, dan hasilnya menunjukkan bahwa terapi Virtual Reality dapat menjadi alternatif yang layak atau bahkan lebih praktis bagi terapis dan pasien.

Masalah yang juga mendorong pemanfaatan Virtual Reality karena sistem kesehatan mental di seluruh dunia ditandai oleh kesenjangan yang signifikan dalam informasi, penelitian, tata kelola, sumber daya, dan layanan.

Misalnya, sekitar setengah dari populasi dunia tinggal di negara-negara di mana rasio psikiater per orang adalah 1 untuk setiap 200 ribu orang.

Harapannya, Virtual Reality  terapi hadir sebagai solusi dengan menawarkan cara yang mudah diakses dan terjangkau untuk memberikan perawatan kesehatan mental berkualitas tinggi dan tepat waktu.
 

Efektivitas Terapi Virtual Reality 

Efektivitas terapi Virtual Reality telah terlihat dalam beberapa cara termasuk pengobatan akrofobia, gangguan panik, skizofrenia, agorafobia, fobia sosial, klaustrofobia, dan gangguan makan.

Terapi VR berguna membantu penderita adiksi yang berkaitan dengan berbagai zat seperti alkohol, obat terlarang/narkoba, dan nikotin, serta perilaku seperti perjudian atau penggunaan media sosial yang berlebihan.

Terapi Virtual Reality juga telah menunjukkan potensi besar sebagai elemen yang efektif dalam sesi terapi untuk PTSD (post-traumatic stress disorder) karena memungkinkan seseorang untuk menghadapi trauma mereka dalam suasana yang santai dan terkendali.

Pada tahun 1997 Georgia Tech dan Emory University berkolaborasi dalam menggunakan Virtual Reality guna merawat PTSD yang diderita oleh veteran perang. Ini masih menjadi aspek penting dalam perawatan PTSD dan riset hingga sekarang.

Ketika COVID-19 mewabah disusul pentingnya vaksinasi sebagai upaya pencegahan virus, bermunculan kasus orang takut melihat jarum suntik. Untuk menghadapi itu, praktisi medis di Amerika Serikat intensif memanfaatkan teknologi Virtual Reality karena dinilai lebih menolong pasien lepas dari rasa takut akan jarum suntik.

Menggunakan teknologi Virtual Reality memastikan terapis dapat mendiagnosis tentang trauma apa yang pasien lihat dan alami lalu memastikan cara efektif merawatnya.

Contoh berbeda, seseorang yang takut terbang melalui perangkat VR akan dihadirkan lingkungan virtual seolah-olah sedang berada di bandara atau pesawat terbang. Hal ini menjadi esensi dari penggunaan teknologi VR sebenarnya. Yaitu menghadirkan realitas ke dalam dunia virtual, bukan sebaliknya.

"Pertama, penggunaannya mudah. Seseorang bisa mengundang suatu lingkungan yang dia takuti tanpa harus ke dunia nyatanya," kata Dosen Departemen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Aulia Iskandarsyah seperti dikutip dari laman Unpad.

Keunggulannya lainnya adalah efektivitas biaya karena prosedur intervensi oleh psikolog tidak perlu dilakukan dalam ruangan khusus.

Menurut Aulia, Fakultas Psikologi Unpad Dan Fakultas MIPA sedang mengembangkan perangkat Virtual Reality (VR) berbasis Virtual Reality Exposure Therapy untuk terapi rasa takut dan fobia. Riset ini untuk mengatasi rasa takut akan gelap.

Sejarah Awal Virtual Reality di Dunia Medis

Realitas virtual merupakan sebuah sistem komputer yang mampu menciptakan dunia maya yang terlihat nyata. Perangkat ini bisa membuat simulasi dimana Anda bisa ‘berinteraksi’ dengan dunia maya itu.

Teknologi ini berbasis pada foto yang dipotret mengikuti pergerakan setiap musimnya. Kemudian, pada tahun 1980, istilah Virtual Reality mulai muncul berkat Jaron Lanier. Lanier mendirikan perusahaan VPL Riset pada tahun 1985. Sebenarnya VR sudah dikembangkan cukup lama, tepatnya mulai dari tahun 1800-an.

Virtual Reality dipakai dalam bidang medis pada awalnya untuk membantu profesional medis dalam mempelajari keterampilan dan mendapatkan pengalaman dunia nyata dalam lingkup yang aman dan terkontrol. Dalam hal ini, dokter dan tenaga medis profesional lainnya dapat menangani situasi medis yang kompleks.

Dalam bidang diagnosis medis, Virtual Reality dapat membantu dokter untuk melihat organ serta jaringan tubuh pasien dengan cara yang lebih interaktif dan realistis. Dokter juga dapat memeriksa organ secara 3D dan mendeteksi masalah kesehatan dengan lebih efisien dan akurat.

Di bidang kesehatan dan perawatan, teknologi Virtual Reality digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan berlebihan selama proses prosedur medis, seperti contohnya prosedur operasi atau terapi fisik.

Contoh, Virtual Reality digunakan untuk  rehabilitasi fisik. Pasien dengan cedera, operasi ortopedi atau stroke dapat menggunakan Virtual Reality untuk melakukan latihan fisik yang terstruktur dan menyenangkan. Teknologi Virtual Reality bisa dikolaborasikan dengan metode terapi konvensional.

Pasien cedera atau pasca stroke dapat menggunakan headset Virtual Reality untuk melatih keseimbangan mereka. Pasien dapat melakukan latihan seperti berjalan pada permukaan yang tidak rata, berdiri di atas satu kaki, atau berjalan di atas kabel.

Latihan ini dapat membantu pasien memperbaiki keseimbangan mereka dan mencegah terjadinya cedera tambahan.

Untuk kalangan profesional medis, teknologi Virtual Reality dapat membantu mereka dalam mempelajari keterampilan dan mendapatkan pengalaman dunia nyata dalam lingkup yang aman dan terkontrol. Dalam hal ini, dokter dan tenaga medis profesional lainnya dapat menangani situasi medis yang kompleks.

Kelemahan Virtual Reality

Masih sedikit bukti yang tersedia mengenai efek samping Virtual Reality yang dialami oleh kelompok pengidap kesehatan mental.  Hal serupa juga terjadi pada psikoterapi secara umum.

Efek nyata sejauh ini Virtual Reality dapat menyebabkan mual, pusing, sakit kepala, ketegangan mata, atau kelelahan, karena ketidaksesuaian antara masukan visual dan vestibular.

Dampak negatif lain yaitu munculnya kecanduan, mabuk perjalanan, delusi, dan gejala fisik tidak menyenangkan yang disebut sebagai “mabuk dunia maya”.

Gejala-gejala ini dapat bervariasi tergantung pada individu, jenis dan durasi pengalaman Virtual Reality serta kualitas sistem alat.

Bila mengalami gejala cybersickness seperti itu, segera beritahu terapis.

Meski efek buruknya tergolong kecil, tetap menjadi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan deteksi, pelaporan, dan evaluasi efek samping psikoterapi Virtual Reality.

Konsorsium Internasional tengah mengembangkan riset untuk desain uji klinis Virtual Reality, termasuk membahas keamanan dan toleransi peralatan, headset, dan intervensi terapis untuk lebih menolong pasien.
 

_________________________
Referensi:
Science Direct, Clinical Psychology Review (2012), Virtual Reality Exposure Therapy. 

CBT Baltimore (2023), 4 Benefits of Virtual Reality Exposure Therapy

Universitas Islam Indonesia, Jurusan Informatika (diakses pada 2024), Potensi Teknologi VR dalam Bidang Medis. 

Science Direct, Computers in Human Behaviour (2008), Viability of virtual reality exposure therapy as a treatment alternative. 

National Library of Medicine, JMIR Mental Health (2023), Adverse Effects of Virtual and Augmented Reality Interventions in Psychiatry: Systematic Review.

Tech Monitor (2023), Is virtual reality bad for our mental health?

Universitas Padjadjaran (2022), Virtual Reality Untuk Terapi Rasa Takut dan Phobia.


 

Hubungi Kami
Teras Mahakam (sebelah hotel Gran Mahakam)
Jl. Mahakam No.8, RT.1/RW.7, Kramat Pela,
Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12130
0217392285
business.support@okeklinik.com
help@okeklinik.com