Download OkeKlinik App

Temukan Dokter

Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah

Hidup Sehat

Suka Menimbun Barang-Barang Tidak Berharga Di Rumah, Apa Ini Gejala Hoarding Disorder?

Artikel dipublikasikan : 28 November 2022 11:13
Dibaca : 299 kali

Foto : Freepik

Apa itu hoarding disorder? Apakah orang-orang yang suka menimbun barang-barang tidak berharga di rumah mengidap gejala hoarding disorder? Bagaimana cara mengatasinya? 

Penulis : Sholahudin Achmad

 Tak banyak yang tahu, apa itu hoarding disorder. Namun, perilaku ini mungkin pernah atau masih kita lakukan. Hoarding disorder adalah perilaku menimbun barang-barang yang tidak terpakai. Alasannya, karena barang-barang tersebut dianggap akan berguna di kemudian hari, bersejarah, dan memiliki nilai sentimental.

Barang apa saja yang biasanya disimpan oleh penderita hoarding disorder? Barang-barang yang disimpan oleh penderita hoarding disorder tidaklah sama bentuknya. Ada yang suka menyimpan koran, buku, makanan, benda kenangan, pakaian, struk belanja, alat rumah tangga, tas plastik, tanaman, hewan, hingga barang-barang bekas yang sudah kotor dan rusak.

Termasuk obsessive compulsive disorder (OCD)

Gangguan hoarding termasuk bentuk dari obsessive compulsive disorder (OCD). Seorang penderita hoarding disorder mengalami kecemasan atau mengalami stress berlebih karena keinginan untuk menyimpan suatu benda yang sebenarnya tidak ia butuhkan. 

Orang dengan  kelainan ini  juga cenderung merasa sulit untuk membuang barang tidak terpakai karena beranggapan “saya akan membutuhkan benda ini nantinya.”

Kebiasaan menimbun barang dapat berbeda-beda pada individu pengidap hoarding. Pada umumnya perilaku hoarding membuat lingkungan tempat tinggal penuh dengan benda tidak terpakai. 

Jenis benda yang disimpan cenderung tidak memiliki nilai dan kegunaan yang jelas, seperti kertas berisi coret-coretan yang dianggap “memori”, buku lama, pakaian, boneka, furniture rusak, atau barang bekas lainnya. 

Beberapa hoarder juga memiliki kebiasaan membawa hewan ke lingkungan rumah, namun tidak dapat merawatnya sehingga tempat tinggal menjadi kotor.

Perbedaan hoarding disorder vs kolektor barang

Hoarding disorder  berbeda dengan kolektor barang. Seorang kolektor barang mampu merawat dan menata barang-barang koleksinya dengan baik. Sedangkan seorang penderita hoarding disorder atau hoarder  tidak menyimpan barang-barang secara rapi. Mereka meletakkannya sembarangan dan tidak merawatnya.

Barang yang disimpan oleh hoarder juga tidak memiliki nilai ataupun kegunaan. Hal ini menimbulkan timbunan barang dan hanya akan memenuhi rumah, membuat ruang gerak jadi terbatas, dan berakibat pada dampak buruk bagi kesehatan.

Anggota keluarga yang tinggal bersama hoarder juga bisa ikut terdampak. Rasa marah, jengkel, hingga frustasi akan mereka rasakan karena ulah hoarder di rumah. Bisa juga sampai terjadi konflik dalam keluarga, seperti perceraian dan perkembangan anak yang terganggu, bila anggota keluarga memiliki gejala hoarding disorder.

Gejala hoarding disorder 

Gejala yang mencirikan hoarding disorder dapat bermacam-macam, seperti misalnya beberapa gejala berikut ini : 

  1. Sulit untuk membuang barang yang sebenarnya tidak dibutuhkannya.

  2. Merasa resah saat membuang barang, bahkan merasa marah atau tersinggung bila timbunan barang miliknya dibersihkan atau dibuang.

  3. Mencurigai orang lain yang menyentuh barang-barang miliknya.

  4. Selalu menambah atau membeli barang dan menyimpan barang bekas yang tidak dibutuhkan, meskipun tidak ada lagi ruang tersisa di dalam rumah.

  5. Memiliki sifat yang cenderung perfeksionis, sulit memutuskan sesuatu, kesulitan dalam mengorganisasi dan merencanakan hal, sering menghindar, dan menunda-nunda.

Penyebab 

Hingga kini belum diketahui dengan pasti apa penyebab hoarding disorder.  Namun demikian, diketahui bahwa ada tipe orang tertentu yang lebih beresiko menjadi penimbun atau hoarder, seperti misalnya orang yang yang pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti ditinggal orang yang dicintai, pernah mengalami musibah, atau memiliki anggota keluarga yang juga menderita hoarding disorder.

Selain kondisi tersebut, kelainan ini juga dapat berhubungan dengan pengabaian diri, yaitu pada orang-orang dengan kondisi tertentu seperti tidak menikah dan atau hidup sendiri. Juga pada orang dengan masa kecil yang suram atau dibesarkan dalam rumah yang berantakan.  

Menimbun barang seolah-olah merupakan satu-satunya cara bagi penderita hoarding disorder untuk merasa aman dan tenang.

Kebiasaan menimbun barang juga dikaitkan dengan perilaku buruk lain, seperti kecanduan belanja. Gangguan fungsi otak dan kelainan genetik juga mungkin untuk menjadi pemicunya. 

Di sisi lain,  hoarding disorder juga sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi seperti demensia, Obsessive compulsive disorder (OCD), depresi, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, atau attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), dan psikosis. 

Cara mengatasi 

Kelainan perilaku ini biasanya dimulai pada usia remaja atau dewasa muda, dan akan semakin sulit ditangani setelah hoarder mencapai usia paruh baya. 

Meski ini merupakan suatu kelainan, namun banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut sebagai kelainan. Sebagian orang mungkin menyadari, tetapi mereka tidak ingin mencari bantuan dokter atau psikiater. Rasa malu atau merasa bersalah menjadi alasan mengapa mereka tidak berusaha mencari bantuan.

Penanganan dapat menjadi sulit terutama jika para hoarder merasa tidak butuh pertolongan. Padahal perilaku ini sesungguhnya teramat menyiksa bagi penderitanya, karena tidak mampu memisahkan dirinya dari barang-barang tersebut. 

Kendati mungkin tidak dapat sembuh, tetapi dengan adanya penanganan professional maka hal ini akan dapat membantu meredakan stres dan mengurangi dorongan penderitanya untuk menimbun barang-barang.

Penanganan professional juga dapat membantu penderita hoarding disorder untuk belajar menata dan memilah barang mana yang diperlukan dan mana yang tidak. Penanganan ini dapat dilakukan dengan psikoterapi, berupa terapi perilaku kognitif. Pada kasus tertentu, dapat juga diberikan obat-obatan antidepresan.

Manfaat terapi perilaku kognitif dengan melibatkan terapis adalah membantu hoarder untuk: belajar memilah dan memutuskan barang mana yang harus dibuang dan mana yang masih bisa disimpan.

Manfaat lainnya, adalah agar mereka menyadari dan memahami apa yang membuat mereka menimbun barang yang tidak berguna. Terapis tidak akan membuang barang timbunan tersebut, tapi akan mendukung penderita untuk melakukannya sendiri.

Selain itu, manfaat lainnya adalah agar mereka dapat belajar menolak dorongan untuk menimbun lebih banyak barang.

Selain membutuhkan bantuan psikoterapi, para penderita hoarding disorder juga membutuhkan dukungan dan dampingan anggota keluarga guna memotivasinya untuk berubah.

Hoarding disorder tidak bisa disepelekan, sehingga membutuhkan penanganan yang tepat agar hidup seorang hoarder tidak terganggu. Untuk itu, ada diantara kalian atau kerabat kalian yang yang mengalami gejala dari hoarding disorder,  segera pergi mencari bantuan professional seperti psikiater agar memperoleh penanganan yang tepat.

__________________

Referensi

Mataix-Cols, D., & Fernández de la Cruz, L. (2018),  Hoarding Disorder Has Finally Arrived, But Many Challenges Lie Ahead. World Psychiatry: Official Journal of The World Psychiatric Association (WPA), 17(2), pp. 224–225.
Anxiety and Depression Association of America, Hoarding.
NHS UK (2018), Hoarding Disorder.
Mayo Clinic (2018), Hoarding Disorder.
Psychology Today (diakses pada 2022), Hoarding Disorder.

 
Hubungi Kami
Teras Mahakam (sebelah hotel Gran Mahakam)
Jl. Mahakam No.8, RT.1/RW.7, Kramat Pela,
Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12130
0217392285
business.support@okeklinik.com
help@okeklinik.com