Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah
Foto : Freepik
Demam tifoid atau sering disebut dengan tipes merupakan penyakit infeksi akibat bakteri Salmonella typhi. Demam tinggi dengan gejala mirip flu dan diare ini dapat menular, bahkan mengancam jiwa.
Penulis : Sholahudin Achmad
Demam tifoid adalah penyakit infeksi. Pada umumnya penyakit ini menular lewat makanan atau minuman yang tercemar feses atau urine penderita. Jika tidak ditangani secara tepat, penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal.
Banyak terjadi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, demam tifoid tergolong penyakit endemik. Diperkirakan 500 dari tiap 100.000 penduduk Indonesia terserang demam tifoid setiap tahunnya.
Meski juga disebabkan oleh bakteri Salmonella, demam tifoid berbeda dengan infeksi Salmonella (salmonelosis). Salmonellosis disebabkan oleh bakteri Salmonella, sedangkan demam tifoid disebabkan oleh salah satu jenis bakteri Salmonella, yaitu Salmonella typhi.
Berbeda dengan tifus atau typhus
Selain itu, perlu dipahami bahwa demam tifoid atau tipes juga berbeda dengan tifus atau typhus. Penyebab tifus adalah bakteri Rickettsia dan Orientia.
Penyebab
Seperti telah disebutkan di atas, penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini dapat masuk dan berkembang di dalam usus setelah seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja atau urine penderita demam tifoid.
Salmonella typhi juga dapat menular dari penderita yang sudah tidak ada gejala tetapi masih membawa bakteri tersebut. Hal ini terjadi karena penyembuhan belum dilakukan secara total sehingga Salmonella typhi masih tersisa di dalam usus dan dapat menular ke orang lain.
Faktor resiko
Demam tifoid lebih sering menyerang anak-anak. Meski demikian ada sejumlah faktor lain yang dapat meningkatkan resiko seseorang terserang demam tifoid.
Faktor resiko tersebut adalah diantaranya meliputi :
Kunjungan atau bekerja di daerah dengan kasus demam tifoid yang tinggi
Memiliki kontak langsung dengan penderita demam tifoid
Bermukim dalam lingkungan kotor dengan sanitasi yang buruk
Tenaga kesehatan yang menangani penderita demam tifoid
Makan sayur atau buah yang tidak dicuci bersih
Memakai toilet yang digunakan penderita demam tifoid
Tidak mencuci tangan setelah gunakan toilet yang digunakan penderita demam tifoid
Mengonsumsi seafood dari air yang terkontaminasi bakteri
Seks oral dengan penderita demam tifoid
Gejala
Pada umumnya gejala demam tifoid timbul dalam waktu tujuh sampai 14 hari setelah penderita terinfeksi bakteri Salmonella typhi. Waktu berlangsungnya gejala ini tergantung pada perkembangan penyakit.
Adapun gejala awal dari penderita demam tifoid adalah berupa :
demam yang meningkat secara bertahap hingga mencapai 39–40°C
nyeri otot
sakit kepala
keringat berlebih
batuk kering
lelah dan lemas
sakit perut
sembelit
hilang nafsu makan
berat badan menurun
pembengkakan di perut
ruam kemerahan di kulit
Pada saat penyakit ini semakin memburuk, demam tifoid dapat menimbulkan gejala lanjutan berupa :
menggigil
linglung atau mengigau
halusinasi
diare
BAB berdarah
sulit berkonsentrasi
tubuh terasa sangat lelah
Kapan harus ke dokter?
Apabila Anda atau orang terdekat mengalami gejala seperti di atas, segera pergi ke dokter. Apalagi bila Anda baru bepergian ke daerah dengan kasus penyebaran demam tifoid yang tinggi. Perlu disadari bahwa orang yang telah mendapatkan vaksin tifoid tetap berisiko terserang demam tifoid.
Meski hampir sama dengan gejala infeksi lain, namun Anda tetap harus memeriksakan diri ke dokter ketika mengalami gejala demam tifoid. Pemeriksaan sejak dini penting dilakukan untuk memastikan kondisi dan mencegah risiko terjadinya komplikasi.
Diagnosis
Berikut adalah yang akan dilakukan oleh dokter saat mendiagnosis pasien demam tifoid :
tanya jawab mengenai gejala, serta riwayat kesehatan dan perjalanan pasien
melakukan pemeriksaan fisik dengan mengukur suhu tubuh
melihat ruam kemerahan di kulit
menekan perut untuk memeriksa pembengkakan di hati atau limpa
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan lanjutan berupa :
Tes darah, urin, dan tinja, untuk mendeteksi keberadaan bakteri Salmonella typhi.
Aspirasi sumsum tulang, untuk lebih memastikan keberadaan bakteri Salmonella typhi dari hasil tes darah, urin, dan tinja, tetapi tes ini jarang dilakukan.
Tes Widal, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi.
Tes TUBEX TF, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi dengan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan tes Widal.
Pada daerah endemik demam tifoid, seperti Indonesia, hampir semua penduduknya pernah terpapar bakteri Salmonella typhi. Dengan demikian, tubuh secara alamiah membentuk antibodi terhadap bakteri tersebut.
Mengingat tes Widal bekerja dengan mendeteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi, tes ini dapat memberikan hasil positif meskipun pasien tidak menderita demam tifoid. Oleh karena itu, dalam menentukan hasil tes, dokter akan lebih berhati-hati agar mendapatkan diagnosis yang akurat.
Cara mengobati demam tifoid
Cara mengobati demam tifoid tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya. Apabila demam tifoid terdeteksi lebih awal dan hanya menimbulkan gejala ringan, pasien dapat melakukan perawatan mandiri di rumah. Umumnya, dokter akan memberikan beberapa obat-obatan berikut:
Antibiotik, seperti ciprofloxacin, ceftriaxone, dan azithromycin, untuk mengatasi infeksi bakteri, yang harus diminum selama 2−3 minggu
Obat penurun demam, seperti paracetamol
Namun perlu diketahui bahwa bakteri Salmonella typhi banyak yang telah resisten terhadap antibiotik chloramphenicol, ampicillin, dan co-trimoxazole. Oleh karena itu, obat antibiotik harus diresepkan oleh dokter dan diminum oleh pasien hingga tuntas, serta dievaluasi oleh dokter.
Apabila mengalami gejala berat, pasien perlu dirawat di rumah sakit. Dokter akan memberikan antibiotik melalui suntikan dan cairan infus untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Bila perlu dokter juga dapat melakukan operasi, terutama bila pasien mengalami perdarahan atau robekan di saluran pencernaan.
Selama masa pengobatan, pasien diminta untuk :
Tidak melakukan aktivitas yang berat
Beristirahat yang cukup
Makan dengan porsi yang kecil, tetapi sering
Mengonsumsi makanan yang lunak dan tidak pedas bila tidak bisa mengonsumsi makanan padat
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin
Minum air putih yang cukup
Pencegahan
Upaya pencegahan demam tifoid, salah satunya, adalah dengan mendapatkan vaksin tifoid. Vaksin ini terdapat dalam program imunisasi pemerintah. Biasanya vaksin diberikan kepada anak usia 2–12 tahun, tetapi bisa juga vaksin tifoid diberikan kepada orang dewasa yang berisiko terserang demam tifoid.
Selain vaksinasi, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Menghindari konsumsi buah dan sayuran mentah yang tidak dicuci dengan air bersih
Memastikan air yang akan diminum telah direbus hingga matang
Menghindari konsumsi makanan mentah atau belum matang sempurna
Membatasi konsumsi jajanan dan minuman yang dijual di pinggir jalan
___________________________
Referensi :
Crump, J. (2019). Progress in Typhoid Fever Epidemiology. Clinical Infectious Diseases: An Official Publication of the Infectious Diseases Society of America, 68(Suppl 1), pp. S4–S9.
Purba, I. et al. (2016). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan dan Peluang. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 26(2), pp. 99–108.
Centers for Disease Control and Prevention (2022). Typhoid Fever and Paratyphoid Fever. Symptoms and Treatment.
Centers for Disease Control and Prevention (2019). Vaccine Information Statements (VISs). Typhoid VIS.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2015). Melengkapi/Mengejar Imunisasi (Bagian I).
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Typhoid Fever.
Cleveland Clinic (2018). Disease & Conditions. Typhoid Fever.
Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. Typhoid Fever.
Stöppler, M. Emedicine Health (2022).
Typhus. Dersakissian, C. Web MD (2021). Typhoid Fever.
Brusch, J. Medscape (2022). Typhoid Fever.